Tulisan feature
Suatu
Tradisi yang Mempererat Persahabatan
Hidup akan terasa hampa
jika kita hidup dalam kesendirian. Bermula dari kata itu, membuatku menjadi
orang yang terbuka untuk berteman dengan siapapun. Aku memiliki teman-teman
yang bisa dibilang akrab bahkan sudah dianggap seperti saudara sendiri. Mereka
berharga buatku, susah senang telah kami lalui bersama. Walaupun kami baru saja
bertemu dan berkenalan ketika kami memulai perkuliahan pertama kali, tetapi itu
bukan masalah buat kami. Awalnya canggung, bahkan bisa dibilang “SKSD” istilah
jaman sekarang yang artinya Sok Kenal Sok Dekat.
Hari demi hari, waktu demi
waktu kami lalui bersama. Tiap keluh kesah bahkan kebahagiaan kami lalui
bersama. Karena kebersamaan itu, kami menjadi semakin dekat. Sebut saja chacha,
teman paling dekat denganku, walaupun tempat tinggal kami lumayan berjauhan
namun kami selalu berangkat dan pulang bersama. Sedangkan temanku yang lain
Diana, Onet, dan Agnes bertempat tinggal sangat berjauhan dari kami. Awalnya
tidak hanya kami berlima, ada teman-teman yang lain. Tapi entah kenapa mereka
menjauh dari kami, aku hanya berpikir mungkin mereka punya kesibukan
masing-masing yang lebih penting. Berlima pun sudah cukup ramai buat kami,
kost-an Boni namanya menjadi basecamp kami diwaktu senggang.
Hingga suatu hari, tepat
tanggal 6 Januari, teman kami ada yang berulang tahun. Chacha, dia berulang
tahun yang ke-19. Dan kami pun merencanakan sesuatu di hari ulang tahunnya.
“Ceplokin” mungkin kata itu sudah tidak asing lagi buat kita, itulah rencana
kami. Memang menjijikkan bahkan sebagian orang menganggap itu hal yang tidak
wajar dan kurang kerjaan, tapi buat kami itulah hal yang menyenangkan ketika
merayakan hari ulang tahun diantara kami. Tepat dihari ulang tahunnya tak ada
yang spesial dari kami, tetapi itu adalah salah satu rencana kami. Perhalan
tapi pasti kami buat acara ini sukses. Sebisa mungkin kami sembunyikan rencana
itu, agar dia tidak kabur dan berusaha menghindar dari kami. Pada waktu itu
kami tidak hanya berlima, tetapi teman-teman yang lain pun ikut berkumpul
bersama. Disaat itu, chacha meminta kami datang ke-rumahnya untuk merayakan
ulang tahun nya secara sederhana. Dan kami pun menyetujuinya, kesempatan emas
dalam hatiku. Sepulang kuliah, kami pun pergi ke rumahnya yang berada di
perumahan Griya Kencana, Cilebut. Dengan berkereta dan menaiki angkot kita
menuju perumahannya. Rumahnya pedalaman dan memang jauh untuk dijangkau dengan
berjalan kaki ataupun angkot, karena tak ada angkot yang menuju perumahannya,
tetapi mengapa keluarganya mau bertempat tinggal disana pikirku. Sudahlah itu
sama sekali bukan urusanku hingga aku tersadar dari lamunanku.
Hujan pun turun ketika
kami masih berada diangkot, hawa dingin pun mulai terasa. Hal itu bukan alasan
untuk kami membatalkan rencana kami. Aku dan Diana saling berpandangan untuk
meyakinkan rencana kami harus tetap berjalan. Hanya dengan bermain mata, aku
dan Diana sudah paham maksud dari main mata itu. Setibanya di rumah Chacha,
kami disambut hangat oleh keluarganya yang memang sudah menunggu dan menyiapkan
berbagai hidangan sederhana. Tidak lupa berucap terima kasih dan berdoa, lalu
kami menikmati berbagai hidangan yang telah disediakan.
Waktu pun terus berjalan,
matahari tidak menampakkan dirinya, langitpun terlihat bersedih karena hujan
rintik masih terus saja turun. Hujan rintik bukanlah hambatan untuk kami.
Setelah selesai menikmati hidangan, kami pun berfoto bahkan bercanda, dan
mengobrol hangat. Aku mulai memandang Diana, berharap dia masih mengerti
maksudnya. Isyarat mata mengartikan “ready ??? its show time”, lalu aku
beralasan untuk keluar dan meminta ditemani oleh Diana. Diana sangat mengerti
maksud aku mengajaknya keluar. Tetapi sebelumnya, aku dan Diana sudah bekerja
sama dengan adiknya Chacha yang bernama Pipit. Aku sudah menjelaskan rencana
kami, dan dia setuju dengan itu. Mencari warung di daerah yang belum pernah
kami kunjungi lumayan sulit ternyata. Tak lama kemudian kami pun menemukan
warung di ujung jalan. Disanalah kami membeli keperluan untuk bahan “Ceplokan”
Chacha, berupa telur, terigu, dan kecap. Selesai acara membeli bahan, sekarang
tiba waktunya membuat bahan tersebut menjadi ramuan yang wooww sungguh mantab
sekali. Niat kami tidak akan berjalan lancar tanpa restu dari orang tua Chacha,
akhirnya kami memberanikan diri untuk izin mengerjai anaknya itu.
Bergembiralah, bersorak riang dalam hati karena ternyata orang tua Chacha
menyetujuinya.
Setelah itu aku dan Diana
bergerak cepat membuat bahan tersebut menjadi ramuan mantab. Peralatan seperti
ember dan kayu seadanya kami kumpulkan. Mulailah dengan beberapa butir telur,
terigu masuk kedalam ember. Kemudian disusul dengan air selokan yang kami dapat
disekitar rumah dan sedikit sampah-sampah rumput kering. Mencium aromanya pun
sudah membuat mual, sungguh bau dan memang sangat menjijikkan. “Show Time”, aku
pun kedalam dan memanggil teman-teman untuk keluar dengan alasan berfoto
bersama. Permainan mata diantara aku, Diana, dan Pipit tanda “Show Time”.
Langit dan hujan serasa ingin ikut bersama kami, rintik hujan membuat suasana
semakin mendukung kami. Tanpa menunggu lama, Pipit telah siap dengan ember
berisi ramuan mantab, dan dengan sekejap byuuurrrr kenalah Chacha berlumuran
dengan ramuan itu. Tak kalah telur pun dilempar kearahnya, terigu ditaburi dan
tak lupa kecap pun ikut berpartisipasi.
woooww sungguh bau amat
menyengat sehingga kami menjauh. Aku dan Diana lari sekencang mungkin karena
Chacha mengejar kami semua. Ooohhh kenapa harus aku dan Diana yang dia kejar,
sedangkan yang lain tidak? Oohh tidak, aku dan Diana lari sekencang mungkin.
Tidak tanggung kami berlari mengelilingi perumahan diwaktu hujan turun, tanpa
alas kaki kami terus berlari berharap tidak terkena ramuan yang super bau itu.
Aku dan Diana berpencar, saling berpandangan untuk saling melindungi dari
Chacha karena dia sangat bau. Sekiranya aman, kami berlari menuju rumahnya
karena kami pikir ketika didalam rumah, Chacha tidak akan mungkin melumuri kami
dengan tubuhnya yang bau itu. Tetapi perkiraan kami salah, Chacha tetap
melumuri kami hingga bau itu pun menempel dibaju kami yang basah karena hujan.
Parahnya dalam hatiku, aku tidak membawa pakaian ganti. Chacha terus memeluk
dan membuatku bau juga. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dan menyiramnya
dengan air, Diana, Agnes dan Onet pun ikut keluar. Alhasil aku, Chacha, Diana,
Agnes, Pipit, bahkan adik terbungsu Chacha (Citra) ikut bersama kami mandi
ditengah hujan.
Bau amis yang sangat
menyengat ditubuh kami, tidak menghilangkan kesenangan kami semua. Masalah
pakaian ganti, aahh itu urusan nanti pikirku. Tak lupa kami berfoto untuk
mengabadikannya.
Itulah tradisi diantara
kami, selama berjalan ini belum ada yang bisa lolos dari ramuan yang amat bau
itu. Berawal dari Chacha, Diana, Onet dan yang baru-baru Agnes sukses terkena
ramuan super amis itu. Dan dari hati paling dalam, aku berharap tidak kena
ramuan super amis itu dibulan Desember.
Persahabatan sangat indah
jika kita saling memahami dan melengkapi. Saling menyayangi diantara kita itu
sudah pasti. Kami telah bersepakat bahwa tradisi “ceplokin” diantara kami akan
tetap berjalan meskipun kami sudah berbeda kelas. Karena dengan tradisi itu,
kami tetap bisa saling menjaga persahabatan agar tidak putus begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar